Jumat, 01 Agustus 2008

Polisi Cari Kulit Harimau


Pengungkapan Pabrik Pengulitan Beromzet Triliunan
JAKARTA – Aksi pelaku kriminal benar-benar tak pandang bulu. Tak hanya menggasak kayu gelondongan secara ilegal, kekayaan fauna di dalam hutan juga ikut dilibas. Hal itu terungkap dari penggerebekan pabrik pengulitan trenggiling (Manis Javanica) yang dilakukan Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (30/7).
’’Sementara ini hanya kulit trenggiling yang berhasil kami sita. Kami akan mencari kulit harimau yang mungkin ikut jadi korban kejahatan pelaku,’’ kata Direktur V/Tipiter Mabes Polri Brigjen Pol Sunaryono yang tadi malam terbang ke Palembang.
Harimau Sumatera merupakan binatang yang dilindungi karena terancam punah. Di seluruh Sumatera, kini diperkirakan jumlahnya tinggal sekitar 200 ekor. ’’Berdasar catatan yang kami miliki, pabrik pengulitan trenggiling itu memang yang terbesar,’’ ungkap jenderal berbintang satu itu.
Trenggiling yang memakan serangga, terutama semut dan rayap, tersebut juga termasuk salah satu di antara 236 satwa langka yang dilindungi berdasar Peraturan Pemerintah No 7/1999 tentang Jenis dan Satwa Liar. Trenggiling punya keunikan dalam mempertahankan diri. Jika diganggu, ia akan menggulungkan badannya seperti bola.
Polisi kini sedang mempertimbangkan untuk memproses para tersangka di Jakarta supaya kasus tersebut segera tuntas. ’’Di antara belasan orang yang ditahan, kami tetapkan tiga orang sebagai tersangka. Nanti saja lengkapnya, saya masih sibuk,’’ ujar Kanit I Direktorat V/Tipiter Kombespol Didid Widjanardi yang turun langsung ke lapangan saat dihubungi. Para tersangka itu berkewarganegaraan Tiongkok, Malaysia, dan Indonesia.
Sebagaimana diberitakan, polisi berhasil menyita sekitar 200 ton kulit trenggiling siap ekspor. Beberapa peralatan untuk mengolah trenggiling, antara lain, timbangan digital, mesin pendingin, dan ice cooler Tedmon juga diamankan. Para tersangka digelandang menuju Poltabes Palembang. Salah satunya adalah warga Malaysia, E. Koong Seng alias Aseng, 29. Omzet industri ilegal tersebut diperkirakan mencapai Rp 100 triliun per tahun.
Tersangka diancam pasal 40 ayat (2) UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekosistemnya, yakni hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 100 juta. Ayat 2 UU No 5/1990 menyatakan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati. (dikutip dari Jawa Pos)

Tidak ada komentar: