Sabtu, 24 Mei 2008

Sulitnya Menghukum Pelaku Illegal Logging

Kinerja hakim yang mengadili kasus-kasus illegal logging kembali mendapat sorotan tajam menyusul kembali dibebaskannya tersangka pembalakan liar dari jerataran hukum. Kali ini yang dilepaskan justru sosok yang dikenal publik dan LSM Lingkungan sebagai pemain besar (baca;mafia) yang licin,yakni Adelin Lis.
Manager PT Keang Nam Development Indonesia (KNDI) ini sebelumnya dituntut Jaksa Penuntut Umum dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider enam bulan kurungan karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan ilog di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut. Sayang tuntutan itu kandas di Pengadilan Negeri Medan yang menggelar perkara ini.
Terlepas dari kekuasaan hakim dalam memutus suatu perkara, vonis bebas yang diberikan kepada Adelin jelas menuai kekecewaan yang mendalam. Tidak hanya Jaksa Penuntut Umum, tetapi juga pihak kepolisian yang selama ini telah bekerja keras mencari Adelin yang sempat kabur ke luar negeri. Adelin akhirnya berhasil ditangkap saat mengurus perpanjangan paspor di KBRI Beijing, Cina. Saat itu Adelin berusaha menipu petugas KBRI dengan berpura-pura sebagai pelajar. Dari proses penangkapannya saja bisa terlihat betapa Adelin bukan sosok yang jujur dan bertanggungjawab. Ia memilih kabur saat tau dirinya dijadikan tersangka.
Penangkapan Adelin tahun lalu sempat menjadi sorotan berbagai media nasional. Pihak kepolisian pun banjir ucapan selamat. Baik dari LSM lingkungan maupun dari masyarakat luas. Bahkan Presiden SBY pun menyampaikan rasa bahagianya begitu mendengar sang ‘Raja Rimba’ tertangkap.
Sayang, semua upaya keras tersebut harus berakhir mengecewakan. Entah dimana sebenarnya kesalahan terjadi. Apakah memang hakimnya yang berpihak kepada terdakwa, atau justru dakwaan yang diajukan JPU yang memang lemah. Atau bisa saja memang ada konspirasi besar yang bertujuan menyelamatkan Adelin.
Adelin memang bukan satu-satunya terdakwa kasus illegal logging yang dibebaskan. Selama tahun 2007 ini cukup banyak terdakwa illegal logging yang lolos dari jeratan hukum, termasuk di Riau, daerah yang disebut-sebut sebagai surganya para pencoleng kayu.
Maka jadilah cerita pemberantasan illegal logging ibarat dongeng pengantar tidur belaka. Tak jelas kebenarannya. Rakyat pun semakin kehilangan kepercayaan kepada jajaran penegak hukum menjalankan komitmennya menangkap dan menghukum para perusak hutan itu dengan hukuman yang berat.
Cerita tentang tim illegal logging yang dibentuk Presiden SBY pun hampir sama saja nasibnya. Apalagi ada kesan bahwa tim ini pada akhirnya hanya menjadi wadah negosiasi antar lembaga untuk saling menyelamatkan diri. Membersihkan institusi yang terkait dari tudingan atau tuduhan ikut terlibat dalam penghancuran hutan.
Akhirnya, kita hanya bisa berharap bahwa drama tentang penegakan hukum ini bisa segera berganti lakon dan pemain agar kita tak terus-terusan menikmati kisah usang tentang pengadilan yang korup dan memuakkan.***

Keseimbangan Alam yang Diciptakan Allah SWT


Peristiwa pembakaran atau yang lebih dikenal dengan istilah oksidasi tidak akan pernah terlepas dari peranan senyawa oksigen (O2) sebagai bagian terpenting dalam reaksi;



Sehingga setiap terjadi pembakaran pasti akan melibatkan atom oksigen (O2) dan membentuk karbon dioksida (CO­2) serta air (H2O).
Oksigen terbesar di dunia diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, dalam ilmu biologi dikenal dengan proses fotosintesis, dimana proses ini menghasilkan gas O2, air dan pati sebagai hasil reaksi dari mineral-mineral yang diserap dari tanah oleh akar dan CO2 yang didapat dari udara dengan bantuan sinar matahari dan klorofil (zat hijau daun).



Al-quran surat yasin ayat 80 menjelaskan kayu yang hijau, dimana zat hijau daun berada dan tempat terjadinya reaksi fotosintesis yang menghasilkan O2 sebagai subtansi terpenting dalam proses pembakaran.

“Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu."(QS. 36:80).
Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi. Bahkan, istilah Al-Quran, al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.
Hasil samping dari proses fotosintesis yang berupa oksigen (O2) sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya untuk proses respirasi. Sebaliknya, dari hasil samping proses respirasi yang berupa karbon dioksida (CO2) kembali dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Hal ini dapat diketahui bahwa antara makhluk satu dan yang lainnya saling membutuhkan dan keseimbangan alam yang diciptakan oleh Allah SWT sangat sempurna.
Keseimbangan alam seharusnya dijaga dan dipelihara oleh manusia dan kewajiban manusia untuk melestarikan lingkungan hidup ini. Akan tetapi, masalah lingkungan hidup manusia berupa pencemaran lingkungan dengan segala dampak yang ditimbulkannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman.
Kecenderungan pencemaran akhir-akhir ini mengarah pada dua hal yaitu: 1) kearah pembuangan senyawa-senyawa kimia tertentu yang semakin meningkat dan secara nyata saat ini sudah merubah system alami pada skala global. 2) ke arah meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) oleh berbagai kegiatan industry dengan pembuangan limbahnya ke lingkungan. Akibatnya timbul masalah yang bersifat global antara lain: pemanasan global, hujan asam, menipisnya lapisan ozon dan sebagainya.

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS, 7 :56).
Maka, jelaslah bahwa salah satu tugas manusia sebagai khalifah di bumi ini adalah menjaga dan melestarikan lingkungannya.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS, 2:30)

Jumat, 23 Mei 2008

Tersangka Sindikat Penjual HP Ditahan

MUARATEBO–Pada Tanggal 14 Mei 2008 lalu Tersangka pelaku penjual lahan Hutan Produksi (HP) di kabupaten Tebo ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Tebo. Kali ini tersangka yang ditahan bernama Sugiono (52) yang resmi ditahan sekitar pukul 13.30 WIB setelah menjalani pemeriksaan sekitar empat jam. Saat ini tersangka dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) kelas II/b Muara Tebo.

Tersangak ditangkap sekitar pukul 04.00 WIB dini hari kemarin, ketika tersangka sedang berada dikediamannya jalan kruing desa Tirta Kencana Kecamatan Rimbo Bujang sekitar 35 KM dari Muara Tebo. Kasi Pidsus A Rudi Y Bangun SH, Kasi Intel Yasin JP SH ikut bersama saat penggerebekan yang melibatkan anggota Intel Kejari dan Reskrim Polres Tebo itu. Tersangka ditangkap tanpa melakukan perlawanan, dengan demikian pagi itu juga, tersangka digelandang ke kantor Kejaksaan untuk dimintai keterangan.

Sugiono diduga merupakan bagian dari sindikat penjual lahan HP yang melibatkan tersangka Naim M Yusuf yang telah di tahan rabu (31/4) lalu. Dia menjual lahan untuk 22 orang pembeli lahan yang masing-masing di jual Rp 5 juta per 5 hektarnya. Atau lahan HP yang merupakan lahan negara itu hanya dihargai Rp 1 juta perhektar.

Pembeli yang tergiur dengan harga murah untuk membeli lahan tersebut kebanyakan pendatang baik dalam pulau sumatera maupun pendatang dari pulau jawa, “Saya mencari orang yang mau membeli lahan untuk perkebunan,” tutur Sugiono kepada wartawan saat proses penahan kemarin.

Dalam menjual lahan HP, tersangka Sugiono mendapatkan uang komisi dari penjualan dan juga mendapat komisi lahan. Dalam melakukan jual beli lahan, Sugiono yang juga warga pendatang ini merupakan salah satu sindikat penjual lahan HP yang melibatkan Naim dan tersangka Dekontri. Saat ini dekontri yang dinyatakan Daftar Pencarian Orang (DPO) kejaksaan masih buron.

Dalam kasus ini, termasuk sugiono, telah dua tersangka yang di tahan oleh penyidik Kejaksaan. Rabu 31 April 2008 akhir bulan lalu, Naim M Yusuf yang disebut-sebut aktor utama kasus ini di tahan. Saat ini Naim dititipkan di LP Kelas II/b Muara Tebo dan telah menjalani beberapa kali pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka penjual lahan HP.

Sementara itu, Dekontri yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2007 lalu sampai saat ini belum berhasil ditahan. Saat ini warga desa Sungai Abang kecamatan VII Koto itu masih dalam pengejaran aparat. Diduga dalam kasus ini banyak pihak yang terlibat. Sejauh ini kasus ini masih didalami Kejaksaan Negeri Muara Tebo (kanopi)

Global Worming.........????????

MUARATEBO-Memasuki musim panas dan kemarau tahuan ini, Polres Tebo mengajak seluruh masyarakat di Bumi seentak galah serengkuh dayung agar mengantisipasi kebakaran lahan/hutan di Tebo hal ini di ungkapkan langsung Kapolres Tebo AKBP Drs.Syamsudin Lubis,SH didampingi Kabag Bina Mitra AKP Suleman,S,Ag.
Kapolres menegaskan, untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya telah membuat himbauan dan larangan dalam membuka lahan/hutan dengan cara membakar,selain kepada masyarakat juga di himbau kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Tebo.
Himbauan tersebut di tuangkan dalam surat No Pol :b/880/VII/2007/Bmt tanggal 5 juli 2008. sesuai dengan aturan hukum bahwa yang melanggar bisa diberi tindakan tegas kepada pemilik lahan termasuk pelaku pembakar sesuai dengan Pasal 187 KUHP,Pasal 78 ayat 3 Undang – Undang No 41/1999 tentang kehutanan ,pasal 48 ayat I UU 18/2004 perkebunan diancam hukuman penjara 10 sampai dengan 20 tahun dan denda paling banyak 10 Milyar.
"Polres juga menghimbau kepada masyarakat yang mengetahui kebakaran agar melaporkan kepada petugas dinas kehutanan dan Polres Tebo,” pungkasnya
Sementara LSM Kapas Kanopi Tebo menyerukan, kepada masyarakat Tebo hendaknya dimusim kemarau tahun ini. jangan membuka lahan untuk dijadikan kebun dengan cara membakar karena sangat rawan terjadinya dan meluasnya kebakaran hutan, apalagi saat ini Indonesia sedang giat mencegah kebakaran hutan melalui program Global Worming (kanopi)

Jumat, 09 Mei 2008

Lahan HTI PT MWW, Tidak Terurus

Temuan Komisi IV serta Tim Dephut dan Deptrans
MUARATEBO-Lahan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Mukti Wahana Wisesa (MWW) seluas 1000 ha di lahan Hutan Produksi (HP) kawasan Desa Sungai Karang Kecamatan VII Koto Ilir, sampai saat ini tidak terawat dan terbengkalai. Pihak perusahaan tidak pernah mengurus dan kabur entah dimana keberadaannya sekarang.

PT MWW merupakan group PT IFA yang juga mengantongi izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) dikawasan tersebut, karena izin HPH nya habis maka pada tahun 1994 (saat itu masih kabupaten Bungo Tebo,red), areal lahan eks HPH tersebut dikuasai izin HTI PT MWW tersebut.

Anehnya, pemerintah Bungo Tebo pada tahun 1994 ketika itu, dikawasan HTI tersebut justru membuat program transmigrasi dan menempatkan 300 Kepala Keluarga (KK) yang didatangkan dari pulau jawa dan lokal, padahal kawasan tersebut termasuk Hutan Produksi (HP). Setiap warga diberikan perumahan dan lahan seperempat hektar, mereka tidak diberikan kompensasi kebun dan lainnya layaknya transmigrasi lainnya.

Sementara PT MWW tidak juga melakukan operasi penanaman HTI dikawasan tersebut, dan baru beberapa tahun belakang ini baru pihak PT MWW melakukan penanaman kayu HTI jenis, sengon, jati dan lainnya. Namun setelah ditanam tidak dirawat dan sampai saat ini pohon-pohon tersebut kebanyakan mati dan ditumbuhi semak belukar, karena tidak dirawat pihat PT MWW.

Warga transmigrasi di desa sungai karang tersebut, sampai saat inipun nasibnya terkatung-katung dan hidup diatas tanah yang statusnya tidak jelas, mereka sudah mengadu sampai ke Menhut berkali-kali, namun tidak ditanggapi. Berkat bantuan anggota DPRD Tebo dari FPDIP DPRD Tebo, wargapun kemarin (8/5) bisa bernafas lega karena bisa bertemu langsung dengan anggota Komisi IV DPR RI yang juga membidangi masalah kehutanan bersama tim dari Dephut dan Deptrans Jakarta Pusat.

Darwin Kades Sungai Karang mengatakan, dirinya bersama warganya sudah menderita lebih kurang 16 tahun, mereka terlunta-lunta karena setelah 3 tahun lepas dari tanggungan pemerintah dan tidak mendapatkan jatah lagi, nasibnya tidak jelas. Warga hendak berkebun dilarang karena lahan yang diberikan hanya sepermpat hektar per KK termasuk untuk lingkungan perumahan, sementara warga harus menghidupi keluarganya.

“desa sungai karang ini terpencil, jika ditempuh dari Tebo memakan waktu 3 jam, dan harus melewati sungai batanghari dengan mengunakan ketek karena tak ada jembatan, dan harus melewati jalan terjal ke dalam hutan kawasan HTI PT MWW, kami disini tidak bisa berkebun lahan yang ada tidak boleh digarap karena kawasan HP, kalau memang lahan ini kawasan HP kenapa pemerintah dulu menempatkan kami di trans ini”ujar Darwin warga transmigrasi lokal asal kecamatan VII Koto dengan nada memelas dihadapan Anggota Komisi IV DPR RI dan tim dari Dephut dan Deptrans RI.

Hal yang sama juga diungkapkan Sugianto Ketua Gapoktan mekar jaya, menurutnya. Dirinya bersama warga lainnya ditempatkan dikawasan transmigrasi tersebut pada bulan April tahun 1994 saat Bupati Bungo Tebo dijabat H Abdul Mutahlib, sampai saat ini nasibnya bersama 300 KK lainnya tidak jelas.

“sampai saat ini sudah lebih 300 KK karena, anak-anak kami juga sudah ada yang berumah tangga dan membangun rumah dilahan sepermpat hektar yang diberikan pemerintah itu, makanya kami sangat bermohon dan meminta tolong kepada DPR RI, Dephut dan Deptrans untuk mencari solusi persoalan ini, karena kami sudah menderiat bertahun-tahun, sementara PT MWW sampai kini tidak beroperasi dan waktu PT MWW beroperasi penananam kayu Hti kami juga tidak diikutkan kerja”tukas Sugianto kemarin

Sementara itu Dadang pihak dari Dephut RI yang diwakili Menhut RI mengatakan, untuk pelepasan HP menjadi APL itu tidak diperbolehkan lagi oleh pemerintah, salah satu solusinya yakni warga bisa mengajukan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) melalui Bupati Tebo diusulkan kepada Menhut RI, setelah ada persetujuan menteri maka tim akan melakukan survai lapangan selain itu juga akan dilihat dari satelit dan peta citra lenset. Dan terkait tidak aktifnya PT MWW ini, pihak Dephut RI dalam waktu dekat akan memanggil untuk meminta pertangungjawaban.

“PT MWW ini salah satu Group PT IFA, pasca tahun 1994 PT Ifa bangkrut otomatis PT MWW anak perusahaanya juga ikut bangkut, makanya kawasan izin HTI di desa sungai karang ini tidak diurusnya lagi, padahal izin tersebut habis sampai tahun 2015. kami di Dephut selama ini tidak tahu kalau PT MWW tidak bekerja dilapangan lagi, tahunya baru hari ini (kemarin,red) setelah melihat kondisi riil dilapangan dan bertatap muka dengan warga transmigran dikawasan HP ini, solusinya warga bisa mengajukan HTR kepada Menhut melalui Bupati Tebo”ujar Dadang pihak dari Dephut RI kemarin

Pemberian izin HTR ini untuk indonesia baru diberlakukan pada tahun 2007 lalu, dan yang sudah disetujui Menhut ada 2 daerah yakni di salah satu kabupaten di Kalsel dan Simalungun, sedangkan untuk Jambi yang sudah mengajukan izin HTR bagi warganya yakni Kabupaten Sarolangun.

Sementara Bapak Oki salah satu tim dari Deptrans RI mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dephut RI untuk mencari pemecahan persoalan tersebut, langkah awal pihaknya akan melakukan lanjutan survai lapangan yang rencananya akan dilakukan sabtu (10/5), mencari data warga yang berada dikawasan transmigrasi tersebut.

Warga desa, awalnya juga pesimis dengan langkah, langkah yang ditawarkan pemerintah pusat tersebut dengan alasan pihak Pemkab Tebo tidak respon, karena sudah berulang kali disurati dan didatangi tidak ada tanggapan dan solusi kongkrit.

“kami sudah jera dan bosan, pihak Pemkab Tebo dan Dishut tidak pernah ada tanggapan, kami sudah sering mengadu baik secara resmi taua tidak resmi, bahkan kami sampai 3 hari menginap di kantor Dephut meminta kejelasan nasib kami”ujar Darwin Kades Sungai Karang

Namun Kepala Dinas Nakertrans Tebo Taufiq Thaib SE buru-buru membantah, pihak Pemkab sudah melakukan upaya dengan menawarkan HTR kepada warga yang tinggal dilahan konflik, salah satu yang sedang diusahakan pembebasan lahan yakni warga di Desa Lubuk Mandarsah yang konflik dengan PT WKS. Dan mengenai status lahan HTI PT MWW, pihak Pemkab Tebo melalui Dishut sudah berulang kali menyurati Menhut, bahwa PT MWW sudah tidak bekerja lagi dilapangan dan sudah tidak layak lagi dipertahankan.

“jangan pojokkan Pemkab Tebo, kami sudah menurati Menhut berkali-kali mengenai pencabutan izin HTI PT MWW itu, namun tidak ada tanggapan. Kami sudah bentuk tim untuk menyelesaikan persoalan ini, namun HTI itukan kewenangannya ada di Menhut, sekarang jelas semuanya sudah bertemu baik dari Dephut, Deptrans, DPR RI dan DPRD Tebo”tukas Taufiq Thaib kemarin

Thaufiq juga menjelaskan, jika warga hendak mengajukan HTR silahkan dan bisa berhubungan dengan Dishut Tebo, baik perorangan ataupun kelompok. HTR ini baru diberlakukan akhir tahun 2007 lalu.

Sementara Anggota DPR RI Dra Elviana didampingi Wakil Ketua DPRD Tebo Sugianto SE MM bersama anggota Fraksi PDIP menegaskan, warga diharapkan bersabar dan jangan melakukan tindakan anarkis seperti di Lubuk Mandarsyah, semua bisa dicari solusi permasalahannya dan ada tawaran warga bisa mengajukan izin HTR, dan HTR ini maksimal per orang bisa mengajukan 15 Ha, namun semua berdasarkan rekomendasi Bupati dan persetujuan Menhut.

“jangan terlalu banyak, minimal 3 Ha saja per KK sudah bisa dijadikan lahan perkebunan untuk menghidupi keluarganya, yang penting tahan emosi dan jangan berbuat anarkis terhadap PT MWW, Komisi IV bersama Dephut RI dalam waktu dekat akan memanggil pihak PT MWW untuk mempertangungjawabkan perbuatannya, karena bukti dilapangan mereka tidak bekerja”tegas Elviana menandasakan (uka)

Empat Gajah Di Tebo Ditemukan Dibantai & Dibakar

Tebo-Empat gajah ditemukan mati dengan kondisi tubuh terpotong-potong dan hangus terbakar di Desa Tuo Sumay dan Desa Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Pada Sabtu (3/5). Gajah yang diperkirakan dibunuh satu atau dua pekan lalu itu diracun sebelum dibakar., saat ini polisi masih menyelidiki pelakunya.

Temuan tersebut didapat saat tim Wildlife Protection Unit Frankfurt Zoological Society (WPU FZS), Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, dan Kepolisian Resor Tebo memantau sekitar perkebunan sawit PT Regunas Agri Utama hingga perkebunan karet warga Desa Tuo Sumay dan Muara Sekalo pada Sabtu hingga Minggu (4/5). Jalur ini merupakan perlintasan gajah sumatera di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi.

Di Desa Tuo Sumay, tengkorak gajah induk dengan berat sekitar 25 kilogram, tulang rahang, gigi, dan sisa-sisa tulang ditemukan berserakan dalam satu lokasi. Tak jauh dari situ terdapat setumpuk tulang rusuk. Temuan serupa didapat pada dua lokasi di Muara Sekalo. Di tempat itu bahkan ada sisa telapak gajah dewasa.

Di empat lokasi tersebut terdapat sisa pembakaran dan tidak ditemukan gading. Tim juga menemukan organ tubuh gajah yang telah hangus.

Krismanto, anggota staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi untuk koordinasi WPU FZS, menduga gajah-gajah itu diracun terlebih dahulu, kemudian dibakar. Adapun gadingnya diduga diambil untuk dijual.

”Dari kondisi sisa tulang-tulang dan telapak kakinya, peristiwa pembakaran baru terjadi. Mungkin satu atau dua minggu ini,” ujar Krismanto.

Ruang menyempit

Habib, anggota WPU FZS, menambahkan, kawasan itu sejak lama menjadi perlintasan gajah. Akibat pembukaan sejumlah kebun sawit, ruang jelajah kelompok gajah kian menyempit.

”Biasanya mereka melintas hanya dua tahun sekali. Karena sekarang sumber makanan berubah jadi kebun sawit, ruang jelajah gajah menyempit. Mereka makin sering lewat dan makin agresif mencari makanan,” tutur Habib.

Kepala Desa Muara Sekalo M Ali menyatakan baru mengetahui ada pembakaran gajah tersebut. Menurut dia, selama ini masyarakat setempat tidak pernah membunuh gajah.

Warga mengusir gajah yang merusak kebun dengan cara memukul kentongan kencang-kencang sehingga gajah pergi menjauh.

Seluruh tengkorak dan tulang gajah yang ditemukan disimpan polisi. Kepala Satuan Reskrim Polres Tebo Iptu Faisal mengatakan, pihaknya akan meneliti lebih jauh kasus ini. Ia memperkirakan pembakaran gajah dilakukan banyak orang. Pihaknya akan segera meminta keterangan kepala desa dan warga setempat. (***)

Kamis, 08 Mei 2008



SEMBOYAN PECINTA ALAM

1. Take Nothing But Picture

2. Leave Nothing But Footprint

3. Kill Nothing But Time

Kelestarian Danau Sigombak Terancam

TEBO-Di tengah gembar-gembor pemerintah mempromosikan keberadaaan dan potensinya, Kealamian objek wisata alam Danau Wisata Danau Sigombak di desa jambu kecamatan Tebo Ulu 30 KM dari kota Muara Tebo terancam.

Karena, saat ini sebagian besar pepohonan disekitar Danau itu banyak yang di rambah oleh warga untuk dijadikan perkebunan karet dan sawit. Pohon pohon tua seperti beringin dan pohon lainnya yang berusia puluhan bahkan ratusan tahun yang tumbuh di pinggir danau itu satu persatu mulai di tebang.

Termasuk juga areal pulau yang terletak di tengah-tengah danau tersebut yang saat ini mulai dijadikan areal perkebunan. Ini dilakukan warga karena lahan di sekitar danau itu secara adat dan turun temurun telah dimiliki oleh warga desa.

“Kami menggarap lahan ini karena secara turun temurun telah dimiliki orang tua kami,” ujar salah seorang warga yang enggan namanya ditulis saat ditemui koran ini baru-baru ini. Dikatakannya, beberapa warga lain juga telah menggarap daerah tersebut untuk dijadikan perkebunan.

Di sisi lain, warga juga berharap pihak berharap pemerintah melakukan inventarisir terhadap beberapa lahan di areal danau tersebut. “Kalau pemerintah serius menjadikan danau itu sebagai objek wisata, lahan disekitar danau itu harus dijaga kelesetariannya dan diinventarisir oleh pemerintah,” tutur Joni warga sekitar danau yang juga anggota Kelompok Pencinta Alam Kanopi Tebo.

Sementara itu, walaupun telah dicanangkan sejak beberapa tahun 2001 lalu pembangunan objek wisata itu belum maksimal. Sampai saat ini danau yang telah mempunyai pulau di tengah-tengahnya itu baru memiliki dermaga sebagai tempat bersantai pengunjung. Jalan lingkar danau yang sebelumnya diwacanakan hingga hari ini belum di bangun.

Meski begitu, pemerintah terus mempromosikan objek wisata alam yang memiliki akses jalan yang lancar dan letak yang strategis ini. Saat mengunjungi Malaka beberapa waktu lalu, tim kesenian dari Tebo mengenalkan danau Sigombak lewat pakaian berlogo danau itu yang dikenakan seluruh peserta. (kanopi)

20.000 Ha Lahan milik PT LKU Terlantar,

Berpotensi Timbulkan Konflilk Dengan Warga

TEBO-Hasil Studi Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang Desa Penyangga TNBD

Belum adanya batas definitif yang disepakati antar desa penyangga Taman Nasional Bukit Dua Belas di bagian Utara Tebo dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik. Apalagi di lokasi tersebut juga ditemukan lahan terlantar HGU HPH/HTI PT Limbah Kayu Utama (LKU) seluas 20.000 ha yang sudah 15 tahun tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Sementara masyarakat membutuhkan lahan untuk pengembangan pertanian, guna mencegah masyarakat merambah Taman Nasional.

Demikian salah satu hasil terpenting dari Studi Sosial Ekonomi dan Pemanfaatan Ruang Desa Penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang diseminarkan belum lama ini di Kabupaten Tebo. Penelitian ini dilakukan berkat kerjasama antara Bappeda Kabupaten Tebo, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, dan Lembaga Peneletian Universitas Jambi.

”Jika masalah ini tidak disikapi dengan baik maka akan menimbulkan situasi yang tidak baik. Apalagi adanya aturan tentang anti illegal logging jelas telah membawa dampak bagi Kabupaten Tebo, bukan hanya menyangkut soal berkurangnya PAD yang selama ini diperoleh dari hasil hutan tetapi masyarakat yang dulu berkayu kini ingin berladang atau berkebun karet namun tidak tersedia lahan sebagaimana mestinya. Sementara ada lahan luas yang terlantar,” ujar Elwan Mandri dari Lembaga Penelitian Unja, Senin (3/10), yang juga sebagai narasumber dalam workshop hasil studi itu.

Studi yang mengambil sampel di dua desa yaitu Desa Tuo Ilir Kecamatan Tebo Ilir (72 KK) dan Desa Tambun Arang Kecamatan Muara Tabir, juga mencatat adanya tiga masalah pokok yang dihadapi masyarakat dua desa itu. Pertama, tekanan tehadap hutan dan hasil hutan maksudnya masyarakat tidak lagi punya keleluasaan masuk dan mengambil kayu dari TNBD. Kedua, tekanan terhadap penguasaan lahan maksudnya masyarakat tidak mungkin lagi memiliki lahan tambahan karena sebagian besar lahan yang sana telah dikuasai toke. Ketiga, adanya ketegasan peratutan untuk tidak membolehkan pengambilan kayu illegal dalam hutan.

Sementara Pemerintah Kabupaten Tebo mengakui adanya lahan kritis di sekitar bahkan dalam area hutan dalam jumlah yang luas. Hal ini disebabkan maraknya okupasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Kondisi ini diperparah dengan adanya eksploitasi hutan yang dilakukan pengusaha hutan yang juga enggak melaksanakan kewajiban untuk merehabilitasi kawasan tersebut.

”Saat ini jumlah lahan kritis di Tebo mencapai 62.990 ha. Itu berada dalam kawasan hutan. Sementara lahan kritis di luar kawasan hutan hampir mencapai 73,16% atau seluas 46.991 ha. Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk meminimalisir meluasnya lahan kritis ini. Namun karena keterbatasan SDM dan kemampuan, hasilnya memang sangat belum optimal,” aku Bupati Tebo Madjid Muaz, yang diwakili Asisten I Setda Tebo Buchari Mahmud.

Secara lebih lugas, Koordinator Program KKI Warsi, Robert Aritonang, mengungkapkan, memang ada ketidakseimbangan dalam pemilikan lahan di desa-desa penyangga TNBD. Namun menurutnya, lahan yang kini jadi belukar milik PT LKU dan tidak dioperasionalkan itu, harusnya bisa menjadi potensi yang baik bagi Pemda. Misalnya, dengan menjalankan pola kemitraan antara Pemda, masyarakat dan perusahaan (baru) yang dianggap layak mengelolanya.

“Kami jelas sakit hati jika pemerintah bisa memberikan kredit pada pengusaha kaya untuk mengeskploitasi kayu di lahan luas, dengan janji akan dibuat perkebunan besar namun nyatanya tidak difungsikan apa-apa. Sementara masyarakat sekitar kesulitan lahan. Pengusaha itu okang-okang kaki di Jakarta, dapat kredit, hutangnya dibebankan pada negara, negara lalu membebankannya pada rakyat. Dan masyarakat Tebo tidak dapat apa-apa, ” jelas Robert.

Berkaitan dengan keberadaan TNBD, menurutnya, sangat naif jika TNBD dianggap telah membuat miskin masyarakat sekitar. Karena masyarakat sekitar tahu benar arti TNBD. Menurutnya, yang diperlukan (kanopi)

Kolam Limbah PKS Milik PTPN VI dan PT TPIL Jebol

Cemari Pemukiman dan Kebun Warga

TEBO - Kolam pengolahan limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik PTPN VI di Kebun Rimbo Dua (Rimdu) Kecamatan Rimbo Ilir, jebol dan mencemari pemukiman, jalan dan kebun warga sekitar. Jebolnya tanggul kolam limbah terjadi dua minggu lalu tepatnya Sabtu, 13 Oktober 2007 lalu.

Sekertaris Komisi III DPRD Tebo Suhendri SAg menegaskan, Komisi III segera akan meninjau lokasi kolam limbah yang jebol tersebut. Pihak pabrik PTPN VI disbeutnya harus bertangung jawab atas semua kerusakan baik kerusakan jalan, pemukiman warga dan kebun warga sekitar.

“Pihak PTPN VI harus bertangung jawab, laporan yang masuk ke DPRD kolam pengolahan limbah tersebut bukan hanya bocor namun tanggulnya jebol. Artinya pihak PKS PTPN VI asal buat kolam limbah saja,” tukas Suhendri kepada koran ini, kemarin.

Apalagi, lanjutnya, yang jebol adalah tanggul kolam kedua dan limbahnya masih sangat bau dan dikhawatirkan mambawa bibit penyakit karena mengandung zat-zat kimia yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain itu, limbah tersebut mencemari sungai terdekat dan mengancam ekosistem air.

“Jebolnya tanggul kolam limbah tersebut, kejadiannya saat Idul Fitri lalu(13 Oktober, red), dan pihak pabrik PTPN VI saat itu tidak menghiraukan warga yang terkena air limbah yang menerpa perumahan warga. Akibatnya warga juga kesulitan dan terkena bencana saat lebaran. Sampai sekarang informasi dari warga, pihak PKS PTPN VI belum melakukan perbaikan,” tukasnya.

Sementara itu, Wahyudhi SE Direktur Eksekutif LSM Kapas Kanopi yang intens bergerak dibidang lingkungan hidup menegaskan, apapun alasannya pihak PKS PTPN VI harus memperbaiki dan bertangung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan akibat jebolnya tanggul limbah tersebut. Apalagi didekat pabrik tersebut terdapat sungai dan limbah tersebut sudah mencemari sungai yang mengakibatkan ekosistem banyak yang mati keracunan.

“Dalam aturan undang-undang lingkungan, pencemaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja, pihak perusahaan bisa dikenakan sanksi Undang-undang Lingkungan Hidup,” terangnya.

Ditempat terpisah, Reza Humas PKS PTPN VI mengaku, tanggul kolam limbah yang jebol tersebut yakni kolam pengolahan nomor 2. Pihaknya sudah mengadakan perbaikan tanggul.

“Dari penjajakan di lapangan, hanya ada 4 pemukiman warga kena terjangan limbah. Kita sudah memberikan ganti rugi kepada korban, kerusakan kebun karet warga hanya sekitar 1 ha. Selain itu kita sudah lapor kepada pihak berwajib dan instansi terkait lainnya,” terangnya singkat saat dihubungi koran ini via ponselnya, kemarin. (kanopi)

Sementara, Kolam Limbah PT TPIL Juga Jebol

TEBO-Pembuangan limbah pabrik kelapa sawit PT Tebo Plasma Inti Lestari
(TPIL) diduga bermasalah. Sejumlah kalangan menilai pembuangan limbah tersebut
tidak sesuai ketentuan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Hal itu tampak dari pembuangan limbah Tandan Buah Segar (TBS), yang hanya dibuang di tempat terbuka dan di bakar. Akibat pembakaran itu, asap pembakaran mengganggu pernapasan. Lokasi pembuangan limbah di PT TPIL tidak dikelola dengan baik. Berjarak sekitar 200 meter dari pabrik,terdapat kolam pembuangan limbah yang dibuat menggunakan tanah, tanpa dibeton. Sehingga, limbah pembuangan akan diresap tanah kemungkinan ambrolnya kolam penampungan sangat besar. Bocornya dinding penampungan limbah, pernah terjadi beberapa hari lalu. Akibatnya, aliran sungai yang menuju sungai Muara Kilis Kecil tercemar. Selain itu, aroma yang tidak sedap tercium hingga jarak 300 meter dari kolam. Sementara di pinggiran kolam terlihat rembesan air yang tampak kotor dan berwarna hitam pekat. Rembesan itu mengalir hingga ke aliran Sungai Kilis Kecil dan bermuara ke Sungai Batanghari.

Akibat lain dari kebocoran itu, kebun karet beberapa warga Desa Pelayang Kecamatan Tebo Tengah di dekat lokasi pembuangan limbah menjadi layu. Jika dibiarkan berlarut-larut, kebun dikhawatirkan akan mati karena limbah yang merembes ke tanaman tersebut. Sayangnya, beberapa anggota LSM Kapas Kanopi Tebo saat melakukan investigasi lapangan tidak berhasil menemui pimpinan perusahaan untuk meminta konfirmasi. Menurut Satpam yang bertugas di PT TPIL, pimpinannya sedang tidak berada di tempat.

"Pimpinan atau yang berhak memberi komentar tidak masuk kantor, mungkin sekitar pukul 15.00 WIB baru datang," ujar satpam tersebut kemarin.

Sementara Hermaini TA Humas PT TPIL yang disebut-sebut satpam tersebut, belum bisa dihubungi karena ponselnya tidak aktif.

Direktur Eksekutiv LSM Kapas Kanopi Tebo, Wahyudhi SE mengatakan. dirinya
sangat menyesalkan apa yang menimpa warga Pelayangan. Selain itu, dirinya juga
mengecam pihak perusahaan yang tidak memperhatikan ketentuan yang seharusnya
mereka patuhi.

"Pengolahan limbah di pabrik itu tidak maksimal, akibatnya kebun karet warga di
sekitar banyak yang mati. Pabrik tersebut diduga tidak memiliki izin Amdal.
Makanya, kami juga mendesak kepada pihak Bapedalda Provinsi Jambi untuk turun ke
lapangan langsung, untuk mengecek dan melihat kebenarannya," tegas Wahyudhi SE (kanopi)

LSM Kapas Kanopi, Tawarkan HTR Bagi Warga Yang Tinggal di Lahan Konflik

TEBO-Puluhan Warga Desa Sungai Karang Kecamatan VII Koto Ilir kemarin (29/4) mendatangi kantor DPRD Tebo. Mereka menuntut kompensasi dari PT Mukti Wahana Wisesa (MWW) yang menjanjikan kepada warga desa sungai karang yang bekerja pada perusahaan yang bergerak bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut, pemberian lahan HTI seluas 15 ha/kk untuk dikelola warga desa sungai karang.

Warga diterima wakil ketua DPRD Tebo Sugianto SE MM dan beberapa anggota DPRD Tebo lainnya, menurut salah satu warga. PT MWW izin operasionalnya sudah habis sekitar 10 tahun yang lalu, namun tahun ini informasinya sudah mengajukan perpanjangan izin di lahan HTI tersebut.

Saat ini warga di desa sungai karang sudah mencapai sekitar 300 Kepala Keluarga, jika izin HTI diberikan, warga terancam tergusur karena sudah banyak yang membuka lahan dan dijadikan kebun dan dikhawatirkan akan terjadi konflik baru pasca kasus lubuk mandarsyah.

“warga sungai karang yang dulunya bekerja di HTI PT MWW saat ini juga terkatung-katung menunggu kompensasi yang dijanjikannya, sisi lain warga yang baru masuk membuka lahan dan dijadikan kebun juga terancam digusur PT MWW, karena sudah memperpanjang izin operasional di kawasan HTI tersebut,”tukas Wakil Ketua DPRD Tebo Sugianto kemarin.

Sugianto juga mengatakan, untuk mengantisipasi terjadinya konflik serupa dengan kasus lubuk Mandarsyah, maka pihaknya sudah koordinasi dengan Komisi IV DPR RI untuk turun kelapangan melihat kondisi dan membawa aspirasi warga desa sungai karang untuk dibahas di DPR RI.

“saya sudah hubingi komisi IV DPR RI, dan janjinya awal mei mendatang akan turun, ini sebagai antisipasi awal agar tidak terjadi konflik lubuk mandarsyah jilid II di Desa Sungai Karang”tegas sugianto sembari mengatakan, kepada Bupati Tebo dan Gubernur Jambi untuk melakukan koordinasi dan meninjau lapangan langsung

Setelah DPRD Tebo melakukan koordinasi dengan Komisi IV DPR RI, maka pada hari kamis 7 Mei 2008, salah satu anggota Komisi IV DPR RI Dra Elviana MSI bersama pihak dari Dephut RI dan Deptrans Ri turun ke lokasi melakukan survai dan evaluasi, mereka juga didampingi Wakil Ketua DPRD Tebo Sugianto SE MM, para anggota Fraksi PDIP DPRD Tebo, Kadis Nakertran Tebo, Staf Dishut, Camat VII Koto Ilir, Wahyudhi SE Direktur LSM Kapas Kanopi Tebo bersama anggota-anggotanya, dan dinas intansi terkait lainnya. Dalam pertemuan tersebut, warga mengeluh izin HTi PT MWW tidak berfungsi dan kadaluarsa karena lahannya tidak digarap lagi, makanya aspirasi mereka sudah ditawarkan dan direspon pihak dari DPR RI, Dephut dan Deptran RI.

Warga diberikan solusi izin pembuatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sedangkan proses HTR itu harus melalui rekomendasi Bupati Tebo dan selanjutnya dikirimkan ke Menhut RI untuk pelepasan. LSM Kapas Kanopi yang sudah pernah mengikuti mengenai sosialisasi HTR di Jambi, juga menawarkan hal yang sama karena solusi untuk mensejahterakan rakyat yang sudah terlunta-lunta hidupnya selama 16 tahun, karena bermukim dikawasan transmigrasi di lahan Hutan Produksi (HP).

“solusinya warga diberikan kewenangan mengelola HTR, karena itu salah satu solusinya, sekarang tergantung keseriusan Pemkab Tebo dan Dishut Tebo, warga bisa mengusulkan izin HTR tersebut, ini harus disikapi dengan arif dan bijaksana, untuk menghindari konflik mengenai sengketa lahan antara warga dan pihak TP MWW”kata Wahyudhi SE Direktur LSM KApas Kanopi Tebo saat mendampingi tim dilapangan (kanopi)

Selasa, 06 Mei 2008

Kapas Kanopi Dalam Berita

LSM Kapas Kanopi Galakkan Kali Bersih

MUARATEBO - Lembaga Swadaya Masyarakat Kapas Kanopi Kabupaten Tebo cukup prihatin terhadap kondisi beberapa kali atau sungai di Kabupaten Tebo yang sudah tidak bersih lagi. Sebut saja kondisi anak Sungai Batang Tebo kini banyak terdapat sampah dari limbah Pasar Tradisional Muaratebo yang dibuang pedagang yang tak bertanggung jawab. Hal tersebut sudah dikeluhkan warga Desa Bungkal Kelurahan Pasar Tebo Tengah.

"Makanya kita menggalakkan gerakan kali bersih ini. Tentunya bukan hanya kami generasi muda saja yang akan dilibatkan, namun masyarakat sekitar Sungai Bungkal dan pihak pemerintah juga akan kami ajak," ujar Wahyudhi, Direktur NGO Kapas Kanopi yang selama ini eksis bergerak di bidang lingkungan, kemarin.

Dijelaskannya, pihaknya kemarin sudah melakukan survei lokasi, dan memang di lapangan ditemukan adanya penyumbatan arus air menuju Sungai Batangtebo tersebut diakibatkan banyaknya sampah yang menumpuk. Selain itu, juga adanya pembuangan limbah dari pabrik tahu yang diduga mencemari sungai tersebut.

"Soal bahaya atau tidaknya limbah itu, kita belum tahu. Yang jelas kita juga akan mengambil sampel untuk dikirim ke laboratorium. Yang paling penting adalah membersihkan kali secara bersama-sama sehingga ancaman banjir untuk Desa Bungkal yang rawan banjir terhindarkan," tuturnya sembari mengatakan, personil Kapas Kanopi yang akan diterjunkan sekitar 50 orang bersama warga melakukan gerakan kali/sungai bersih yang akan dilaksanakan besok.

Sementara Camat Tebo Tengah Hamdi mengatakan, pihaknya salut dan mendukung kegiatan yang dilakukan NGO Kapas Kanopi tersebut. Kegiatan gerakan kali bersih tersebut termasuk langka dilakukan di Tebo apalagi yang selaku nisiatornya adalah kalangan generasi muda.

"Kita akan kerahkan masyarakat Desa Bungkal khususnya yang tinggal sekitar sungai, untuk menumbuhkan kepedulian dan melakukan gerakan kali bersih bersama-sama. Kapanpun siap, hari ini pun saya siap. Apalagi saat ini hujan masih sering turun dan jika kali/sungai tidak dibersihkan dikhawatirkan akan terjadi banjir di Desa Bungkal," tukas Hamdi ditemui koran ini kemarin. (***)


Sejumlah LSM dan OKP Tolak PP No 2 Tahun2008
MUARATEBO
– Sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) di Kabupaten Tebo memprotes PP No 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan. Protes OKP ini terkait isi PP yang mengizinkan pembukaan hutan untuk pertambangan, pembangunan infrastruktur telekomunikasi, energi, dan jalan tol dengan tarif sewa sangat murah. Alih fungsi hutan produksi dan hutan lindung itu hanya dikenai tarif Rp 1,2 hingga 3 juta per hektare per tahun atau Rp 120 sampai 300 per meter.


“Kebijakan menyewakan hutan begitu murah itu sangat sembrono,” ujar Wahyudhi, Direktur Eksekutif LSM Kapas Kanopi Tebo. Menurut Wahyudhi, PP tersebut cacat hokum, karena aturan ini hanya memuat tentang tarif, bukan izin pembabatan hutan lindung. “Kalau PP ini dipakai untuk membabat hutan, jelas bertentangan dengan aturan di atasnya, yaitu UU No 19 Tahun 2004 tentang Penambangan di Hutan Lindung,” tegasnya. Pada UU No 19 Tahun 2004 disebutkan, hanya 14 perusahaan yang boleh menambang di hutan lindung.

Selain cacat hukum, PP itu tidak komprehensif. Contohnya, PP tidak mengatur subyek pemilik hak atas kayu komersial yang ada di dalam hutan. PP juga tidak mematok tarif alias nonkomersial. “Sifat nonkomersial bukan berarti meniadakan risiko atau dampak negatif terhadap hutan lindung atau produksi. Bukan tidak mungkin kawasan taman nasional di Tebo akan digusur dan dieksplorasi oleh perusahaan penambang jika di dalamnya terdapat kandungan batu bara ataupun barang tambang lainnya,” beber Yudi.

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) juga memprotes PP tersebut. Mereka yakni terdiri dari LSM Kapas Kanopi, KPA Kanopi, PC GP Ansor Tebo, PC PMII, PC HMI, Komunitas Pelestari Alam Sigombak (Kompas), Ikatan Pemuda VII Koto, dan BEM STIT Tebo. “Sangat aneh dan tak masuk akal ketika hutan lindung yang tak ternilai harganya ternyata dihargai lebih murah dari sepotong pisang goreng. Kami prihatin dengan kondisi tersebut yang juga mengancam kelestarian TNBD, TNBT, dan kawasan hutan produksi di Tebo,” ujar Oktaviandi, anggota Kopel. Sementara Ardan dari Kompas menyebutkan, keputusan pemerintah itu sama sekali tidak dapat dipahami (***)

" Persahabatan terjalin,
persaudaraan terengkuh,
bersama mengukir cinta kepada Alam "

Bila akhirnya semak belukar menutup jalan setapak dan menghentikan jalan kita untuk kembali pulang Dan bila akhirnya... nafas kita berhenti juga disini.... terkubur bersama ranting dan daun kering yang dingin apakah itu semua akan tinggal kenangan sia-sia?

Semoga saja tidak !

Tidak bila mayat-mayat kita kelak mampu menitip pesan bahwa gunung bukanlah tempat bermain-main, yang didaki tidak dengan persiapan, yang didaki hanya dengan modal semangat, hendak menaklukkan alam

*** aku sadari suatu hari nanti mungkin aku takan seberuntung kisah-kisahku yang lalu.... ***(KPA Kanopi)

LSM Kapas Kanopi, Gelar Work Shop

MUARATEBO-Pada Tanggal 30 April 2008 lalu, Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) kumpulan lembaga yang terdiri dari LSM Kapas Kanopi, PC GP Ansor, KPA Kanopi, PC PMII, PC HMI, MPI dan Kompas. Akan menggelar workshop sehari penuh mengenai Optimalisasi Peran Serta Para Pihak dalam Upaya Perlindungan Kawasan Hutan di Kabupaten Tebo sebagai Implementasi Instruksi Presiden Nomor 04 tahun 2005.
Workshop tersebut atas Jaringan Kerja Penanggulangan Kejahatan Kehutanan (JKPKH) Jambi bersama EC-Indonesia FLEGT SP, Yayasan Cakrawala, AMPHAL, Yayasan Gita Buana, PSHK-ODA, Pemkab Tebo dan Dishut Tebo.
“workshop ini digelar diaula melati kantor Bupati Tebo, dengan menghadirkan pemateri dari Dishut Tebo, Kajari, Kapolres, Kopel Tebo, PSHK Otda, Cakrawala dan lainnya, dan sebagai keynote speaker yakni 2 orang staf ahli Menkopolhukam yakni Brigjend Polisi dan Brigjend Angkatan Darat”ujar Wahyudhi SE Koordinator Kopel Tebo kemarin.
Dijelaskannya, dilaksanakannya workshop tersebut diharapkan, mencari solusi upaya pemberantasan tindak kejahatan kehutanan di Indonesia pasca keluarnya Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2005 yang belum sepenuhnya dengan yang diharapkan. Secara kasat mata, upaya yang dilakukan para pihak berhasil menekan aktifitas illegal loging hanya saja upaya itu tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang berkeadilan.
“pada tingkatan operasi-operasi dilapangan, yang dilaksanakan oleh berbagai pihak. Masih belum efektif mengungkap pelaku utama dan jaringan pelaku kejahatan kehutanan. Upaya penegakan hukum kejahatan kehutanan di Indonesia khususnya di Propinsi Jambi tidak diimbangi dengan upaya pengungkapan modus pelaku kejahatan kehutanan, dari tindakan hukum atas aktifitas kejahatan yang mereka lakukan”jelasnya lagi
Makanya lanjutnya, dasar penyusunan pengembangan perencanaan untuk mendorong sinergi berbagai komponen parapihak yang meliputi komponen Masyarakat, Komunitas Masyarakat sipil/Organisasi masyarakat, serta Pemerintah dalam upaya perlindungan kawasan hutan lainnya di Propinsi Jambi khususnya Tebo. Perlu adanya dukungan Bupati Kabupaten Tebo, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten beserta Jajaran dan instansi yang berwenang, Pemerintahan desa dan Alim ulama, cerdik pandai serta kelompok pemuda pada desa – desa yang akan menjadi target penilaiaan. Serta pihak – pihak yang dilihat layak dan mampu memberikan kontribusi terhadap tujuan yang hendak dicapai.
“ini penting karena merupakan langkah awal untuk merumuskan pokok permasalahan mengenai kejahatan hutan tersebut, kritik dan saran serta masukan dari berbagai pertemuan formal maupun non formal yang akan diselenggarakan setelah pertemuan berlangsung sehingga kemudian dapat memberikan hasil dan dampak dalam menjawab permasalahan perlindungan kawasan hutan dan Kejahatan Kehutanan di Kabupaten Tebo ini”terangnya menandaskan
Acara Workshop tersebut bakal diikuti para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, aparat desa, perguruan tinggi, mahasiswa dan lainnya. Diharapkan akan melahirkan salah satu pemikiran dan mensinergikan masalah kejahatan hutan dan upaya pemberantasannya di Tebo itu (KANOPI)

Galery Kegiatan Kanopi






Oktaviandi Anggota LSM Kapas Kanopi saat melakukan investigasi di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)