Minggu, 31 Agustus 2008

Kelestarian Hutan dengan Tradisi Lokal

Catatan Perjalanan

Pemanasan global menjadi momok dan terus mengancam yang tentu saja akan berdampak sangat buruk bagi kelangsungan kehidupan di seluruh dunia. Penyebab utama pemanasan global (Global Warming) akibat pengaruh gas karbon (CO2) yang sudah di ambang batas diatmosfir sehingga menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan suhu bumi semakin naik.

Menghindari penebangan hutan, menanam pohon, merupakan salah satu strategi utama untuk menghambat laju pemanasan global. Fungsi pohon, menyerap karbon (CO2) dan melepaskannya ke alam sebagai O2. Oleh karena itu, fungsi hutan merupakan bagian yang teramat penting dalam menjaga kestabilan suhu bumi. Bukan hanya itu saja, hutan juga juga berfungsi penyedia jasa lingkungan bagi kehidupan semua makhluk hidup bumi.

Sekedar diketahui, Hutan yang paling bagus di dunia adalah hutan Brazil dan Indonesia. Di Indonesia hutan yang bagus ada di Aceh dan Papua. Hutan Indonesia juga hutan paling kaya, memiliki keanekaragaman hayati setelah hutan Brazil. Maka potensi kekayaan alam ini yang tak ternilai ini layak untuk dijaga. Namun, fakta di lapangan, sampai saat sekarang ini, baik dalam skala kecil dan besar, kawasan hutan masih mendapat tekanan dari kegiatan-kegiatan perambahan hutan, penebangan liar dan pembakaran hutan, masih juga terjadi.

Desakan ekonomi, masyarakat yang belum paham, dan kerakusan yang mempunyai modal untuk merusak alam merupakan beberapa faktor pemicu dari kerusakan hutan dan kegiatan ileggal logging selama ini, termasuk kawasan hutan di provinsi Aceh.

Rusaknya Hutan

Rusaknya hutan dapat mengantarkan hilangnya keanekaragaman hayati atau hilangnya jenis-jenis tanaman bermamfaat, juga dapat mengakibatkan punahnya species-species langka, seperti harimau, gajah dan beragam jenis Fauna lainnya. Hal ini tentu saja akan berdampak pada keseimbangan ekologi sehingga akan berpengaruh pada sendi kehidupan lainnya.

Secara teoritis, menurut pakar Biologi FMIPA Unsyiah, Dalil Sutekad, misalnya harimau punah, artinya salah satu rantai makanan di alam menjadi hilang. Maka bisa pertumbuhan rusa dan babi hutan dan lainnya yang merupakan mangsa harimau akan berkembang tidak terkendali. Ketika rusa dan babi menjadi banyak, ketika itu pula antara jumlah hewan dan sumber makanan tidak seimbang. Rerumputan dan jenis tanaman lainnya yang merupakan sumber makanan hewan tersebut menyusut. Maknanya, rumput akan menjadi jarang dan selanjutnya jarak antar pohon juga berkurang. Sampai pada akhirnya hutan rimba menjadi Savana. Lama-lama tinggal menunggu waktu untuk menjadi padang pasir nan tandus.

Manfaat Hutan

Sebenarnya banyak manfaat hutan selain dari kayu. Pengalaman selama ini hutan hanya dipersepsikan dengan kayu. Ini tidak sepenuhnya benar. Hutan penting untuk penelitian dan makhluk hidup. Namun, di samping mengetahui hutan banyak hal yang bisa digunakan oleh manusia. Hutan juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan, air, hutan juga mengatur aliran air di sungai. Hutan mencegah erosi dan longsor, tanaman menjadi sumber makanan bagi makhluk di hutan dan manusia.

Potensi Hutan Aceh

Menurut keterangan Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan dan Koservasi BRR, Aceh saat ini masih menyimpan banyak potensi dari hutan. Ditambah hutan di Aceh masih relatif lebih bagus kondisinya dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang telah banyak yang rusak. Di antara potensi hutan Aceh itu disebutkan bahwa dari sumber daya air yang dihasilkan hutan Aceh itu bisa membangkitkan tenaga listrik sejumlah 1500 megawatt. Menurut data, kebutuhan listrik di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hanya butuh 100–200 megawatt.

Untuk itu, diperlukan suatu pengelolaan hutan secara kompreshensif dan berkelanjutan agar tetap lestari dan masyarakat bisa diuntungkan baik dari segi ekonomi dan jasa lingkungan. Seiring dengan adanya upaya pemerintah daerah mengelola sektor kehutanan akan lebih memberikan manfaat sektor kehutanan pada masyarakat terutama dalam penyediaan jasa lingkungan secara berkelanjutan.

Upaya komprehensif seperti yang kita ketahui bersama adalah adanya morratorium logging yang ditetapkan bulan Juli 2007 lalu. Dilanjutkan dengan adanya team penyusunan rencana strategi pengelolaan hutan Aceh. Tim ini bekerja untuk menyusun dokumen rencana strategis pengelolaan hutan Aceh. Mencakup program 3R hutan Aceh. Ini merupakan suatu peluang bagi hutan lestari di Provinsi Aceh. Namun, di balik itu, ada suatu peluang yang teramat penting bagi kelestarian hutan di Aceh, yaitu tradisi masyarakat lokal di Aceh.

Menarik kalau kita mendengar keterangan dari seorang Graham Usher, yang baru melepaskan posisi sebagai Direktur FFI Aceh program. Menurut pria yang faseh berbahasa Indonesia ini, kalau kita pergi ke kampung-kampung dan berdiskusi dengan masyarakat di sekitar hutan, hampir semua orang tahu dampak hutan terhadap air.

Di Aceh, ada budaya dan sistem pemerintahan lokal khas Aceh yang dapat mewujudkan kehidupan lestari. Di sini ada pengelolaan mukim dan mengatur pengelolaan SDA (Sumber daya alam). Ini merupakan peluang untuk mengelola hutan dengan baik.

Untuk sekedar penegasan, salah seorang tokoh masyarakat adat Aceh, Ampon Cipta, menyebutkan bahwa sebetulnya sejarah zaman dahulu kala di Aceh telah ada upaya dalam menjaga kelestarian hutan. Beliau menyebutkan bahwa hutan di Aceh dibagi dalam beberapa tingkatan: (1) Hutan dalam wilayah kelola Mukim, jaraknya 1 hari perjalanan dengan kaki. Hutan ini Untuk kepentingan penduduk dan lain-lain. (2) Hutan “Droe Ureung Nanggroe”. Ini hutan kerajaan, dipergunakan untuk kepentingan kerajaan dan masyarakat yang berhubungan dengan negara lain. (3) Hutan “Lam Bak That Kayee Batee”, yakni hutan yang tidak boleh didatangi tanpa acara tertentu.

Nah! hal-hal diatas adalah merupakan suatu dukungan dari kebudayaan masyarakat Aceh dan peluang besar untuk lestarinya hutan di Aceh. Selayaknya tradisi-tradisi lokal dalam menjaga hutan digali lebih dalam. Alangkah baiknya jika tradisi lokal menjadi referensi pengambil kebijakan tentang hutan.

Hal lain yang bisa dilakukan dalam peningkatan kesadaran hutan Aceh adalah menghilangkan pola pikir tentang penebangan hutan “bukan urusan saya”. Harus membentuk norma sosial bahwa kerusakan hutan menjadi sesuatu yang haram. Ke depan juga harus menyadari bahwa pola pemamfaatan hutan yang layak.

Dalam konsep Islam juga dikatakan sebagaimana Allah menggambarkan keindahan surga. Keindahan di surga disebutkan bahwa ada pohon-pohon, buah-buahan, bunga, dan air. Mengapa tidak mengambil makna ayat Alquran ini bagi kita umat Islam untuk mengembangkan di wilayahnya, khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Inilah gambaran filosofis surga, yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dengan sumber air yang banyak. (kanopi)

Tidak ada komentar: