Jumat, 27 Februari 2009

Demokrasi Berbalut Kematian.....


Kematian ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat benar-benar disayangkan semua pihak. Tak seharusnya proses demokrasi di Indonesia memakan korban jiwa. Bukankah demokrasi terjadi bukan dari kekerasan? Bukankah negara kita menjunjung tinggi musyawarah untuk mufakat?
Saya menghimbau kepada semua pihak untuk menurunkan emosi dalam menghadapi setiap permasalahan. Emosi apalagi kekerasan takkan pernah menyelesaikan masalah. Marilah segala hal kita bicarakan dengan kepala dingin dan dalam bingkai kebersamaan serta kekeluargaan yang sudah menjadi ciri dari bangsa Indonesia. Atau, apakah ciri itu telah lenyap?
Demo atau unjuk rasa boleh-boleh saja selama berada dalam koridor yang baik dan teratur. Dalam sebuah demo atau unjuk rasa, akan selalu terjadi kecenderungan perilaku kolektif yang melenyapkan perasaan individual. Dalam hal seperti ini, seseorang yang berada dalam kerumunan akan kehilangan ”dirinya” sehingga berprilaku sesuai dengan perilaku kerumunan. Hal inilah yang yang harus dihindari dalam setiap unjuk rasa. Bila perilaku kolektif telah tercipta dan merasuk ke dalam diri setiap anggota kerumunan, kekerasan dan perilaku barbar serta seperti binatang pun akan dengan cepat muncul dan mengambil alih situasi sehingga muncul keadaan yang tidak kondusif yang tentunya sangat meresahkan. Dan sayangnya, sekali lagi hal itu telah terjadi. Betapa mirisnya hati saya tatkala melihat liputan berita di televisi. Tampak gambar massa yang melakukan kerusuhan, pengrusakan, yang semuanya itu tentunya kasar dan berniat melukai orang lain. Massa masuk ke dalam gedung dan membanting segala bentuk meja, memecahkan segala bentuk kaca, melempari segala bentuk manusia yang mereka anggap tak mengaspirasikan kepentingan mereka. Beberapa dari mereka membawa keranda, entah apa maksud awalmya yang kemudian kita duga dan menjadi prasangka bahwa para pengunjuk rasa menginginkan kematian ketua DPRD Abdul Aziz Angkat yang pada akhirnya memang meninggal dunia.
Seharusnya kejadian ini tak perlu terjadi. Perilaku kolektif, bila menyebabkan kerusakan akan menghasilkan dosa kolektif pula. Maukah Anda menanggung dosa kolektif? Apalagi bisa dosa tersebut karena membunuh orang yang tergolong dosa besar? Beberapa liputan media menampilkan gambar ketua DPRD Abdul Aziz Angkat yang baru menjabat selama dua bulan itu dipukuli. Para pengunjuk rasa bahkan menghalang-halangi proses penyelamatan beliau. Beberapa di antara mereka menganggap bahwa ketua DPRD tersebut pura-pura sakit. Oh, betapa jahatnya bangsa ini sehingga orang sakit pun dianggap pura-pura sakit. Memang benar-benar tampak kalau para pengunjuk rasa berniat membunuh. Unjuk rasa memang boleh, tapi unjuk kekuatan dan keberingasan sangat dilarang di negeri ini. Jangan mengaku sebagai bangsa Indonesia bila tetap melakukannya. Benar-benar mencoreng nama bangsa.
Awal peristiwa ini cukup sederhana, yaitu keinginan paripurna penetapan provinsi baru yang sebenarnya bukan agenda hari itu. Entah siapa provokator dibalik tragedi maut tersebut, yang pasti tak menginginkan kedamaian di bumi nusantara. Semuanya harus dibicarakan dengan baik, jangan dengan kekerasan yang hanya bisa membuat masalah baru. Kita ini bangsa Indonesia. Kalau hasilnya seperti ini, lebih baik tak usah ada provinsi baru.
Kepolisian mendapat sorotan tajam karena dianggap tidak mampu menciptakan suasana yang kondusif. Kepolisian berkelit dan mengkambinghitamkan media. Ayolah, kalau memang salah akuilah salah. Jangan justru menyalahkan orang lain. Orang yang benar adalah orang yang berani mengakui kesalahan. Polisi harusnya dapat mengontrol perilaku kolektif tersebut, kalau perlu memakai kekerasan bila membahayakan karena polisi memiliki hak tersebut. Jangan pedulikan kata-kata media tentang HAM, lha wong yang dihadapi lagi kesurupan dan hilang akal kok. Polisi harus tegas, harus berani mengambil keputusan mendesak demi kepentingan umum walau namanya menjadi tercemar. Itu sudah menjadi bagian dari tugas kepolisian.
Bagaimanapun, tak seharusnya kekerasan menjadi pelampiasan. Kematian ketua DPRD Abdul Aziz Angkat bisa dianggap sebagai kematian demokrasi di Indonesia karena masyarakat lebih memilih menjadi setan perusak. Pantaslah bila kemudian almarhum Abdul Aziz Angkat diangkat sebagai pahlawan demokrasi, sebagai pelajaran bagi kita semua untuk tidak menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah. Jangan biarkan tragedi seperti ini terjadi lagi. Mari membangun Indonesia yang penuh dengan kedamaian dan toleransi. Bukankah damai itu indah?

Tidak ada komentar: