Jumat, 09 Mei 2008

Lahan HTI PT MWW, Tidak Terurus

Temuan Komisi IV serta Tim Dephut dan Deptrans
MUARATEBO-Lahan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Mukti Wahana Wisesa (MWW) seluas 1000 ha di lahan Hutan Produksi (HP) kawasan Desa Sungai Karang Kecamatan VII Koto Ilir, sampai saat ini tidak terawat dan terbengkalai. Pihak perusahaan tidak pernah mengurus dan kabur entah dimana keberadaannya sekarang.

PT MWW merupakan group PT IFA yang juga mengantongi izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) dikawasan tersebut, karena izin HPH nya habis maka pada tahun 1994 (saat itu masih kabupaten Bungo Tebo,red), areal lahan eks HPH tersebut dikuasai izin HTI PT MWW tersebut.

Anehnya, pemerintah Bungo Tebo pada tahun 1994 ketika itu, dikawasan HTI tersebut justru membuat program transmigrasi dan menempatkan 300 Kepala Keluarga (KK) yang didatangkan dari pulau jawa dan lokal, padahal kawasan tersebut termasuk Hutan Produksi (HP). Setiap warga diberikan perumahan dan lahan seperempat hektar, mereka tidak diberikan kompensasi kebun dan lainnya layaknya transmigrasi lainnya.

Sementara PT MWW tidak juga melakukan operasi penanaman HTI dikawasan tersebut, dan baru beberapa tahun belakang ini baru pihak PT MWW melakukan penanaman kayu HTI jenis, sengon, jati dan lainnya. Namun setelah ditanam tidak dirawat dan sampai saat ini pohon-pohon tersebut kebanyakan mati dan ditumbuhi semak belukar, karena tidak dirawat pihat PT MWW.

Warga transmigrasi di desa sungai karang tersebut, sampai saat inipun nasibnya terkatung-katung dan hidup diatas tanah yang statusnya tidak jelas, mereka sudah mengadu sampai ke Menhut berkali-kali, namun tidak ditanggapi. Berkat bantuan anggota DPRD Tebo dari FPDIP DPRD Tebo, wargapun kemarin (8/5) bisa bernafas lega karena bisa bertemu langsung dengan anggota Komisi IV DPR RI yang juga membidangi masalah kehutanan bersama tim dari Dephut dan Deptrans Jakarta Pusat.

Darwin Kades Sungai Karang mengatakan, dirinya bersama warganya sudah menderita lebih kurang 16 tahun, mereka terlunta-lunta karena setelah 3 tahun lepas dari tanggungan pemerintah dan tidak mendapatkan jatah lagi, nasibnya tidak jelas. Warga hendak berkebun dilarang karena lahan yang diberikan hanya sepermpat hektar per KK termasuk untuk lingkungan perumahan, sementara warga harus menghidupi keluarganya.

“desa sungai karang ini terpencil, jika ditempuh dari Tebo memakan waktu 3 jam, dan harus melewati sungai batanghari dengan mengunakan ketek karena tak ada jembatan, dan harus melewati jalan terjal ke dalam hutan kawasan HTI PT MWW, kami disini tidak bisa berkebun lahan yang ada tidak boleh digarap karena kawasan HP, kalau memang lahan ini kawasan HP kenapa pemerintah dulu menempatkan kami di trans ini”ujar Darwin warga transmigrasi lokal asal kecamatan VII Koto dengan nada memelas dihadapan Anggota Komisi IV DPR RI dan tim dari Dephut dan Deptrans RI.

Hal yang sama juga diungkapkan Sugianto Ketua Gapoktan mekar jaya, menurutnya. Dirinya bersama warga lainnya ditempatkan dikawasan transmigrasi tersebut pada bulan April tahun 1994 saat Bupati Bungo Tebo dijabat H Abdul Mutahlib, sampai saat ini nasibnya bersama 300 KK lainnya tidak jelas.

“sampai saat ini sudah lebih 300 KK karena, anak-anak kami juga sudah ada yang berumah tangga dan membangun rumah dilahan sepermpat hektar yang diberikan pemerintah itu, makanya kami sangat bermohon dan meminta tolong kepada DPR RI, Dephut dan Deptrans untuk mencari solusi persoalan ini, karena kami sudah menderiat bertahun-tahun, sementara PT MWW sampai kini tidak beroperasi dan waktu PT MWW beroperasi penananam kayu Hti kami juga tidak diikutkan kerja”tukas Sugianto kemarin

Sementara itu Dadang pihak dari Dephut RI yang diwakili Menhut RI mengatakan, untuk pelepasan HP menjadi APL itu tidak diperbolehkan lagi oleh pemerintah, salah satu solusinya yakni warga bisa mengajukan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) melalui Bupati Tebo diusulkan kepada Menhut RI, setelah ada persetujuan menteri maka tim akan melakukan survai lapangan selain itu juga akan dilihat dari satelit dan peta citra lenset. Dan terkait tidak aktifnya PT MWW ini, pihak Dephut RI dalam waktu dekat akan memanggil untuk meminta pertangungjawaban.

“PT MWW ini salah satu Group PT IFA, pasca tahun 1994 PT Ifa bangkrut otomatis PT MWW anak perusahaanya juga ikut bangkut, makanya kawasan izin HTI di desa sungai karang ini tidak diurusnya lagi, padahal izin tersebut habis sampai tahun 2015. kami di Dephut selama ini tidak tahu kalau PT MWW tidak bekerja dilapangan lagi, tahunya baru hari ini (kemarin,red) setelah melihat kondisi riil dilapangan dan bertatap muka dengan warga transmigran dikawasan HP ini, solusinya warga bisa mengajukan HTR kepada Menhut melalui Bupati Tebo”ujar Dadang pihak dari Dephut RI kemarin

Pemberian izin HTR ini untuk indonesia baru diberlakukan pada tahun 2007 lalu, dan yang sudah disetujui Menhut ada 2 daerah yakni di salah satu kabupaten di Kalsel dan Simalungun, sedangkan untuk Jambi yang sudah mengajukan izin HTR bagi warganya yakni Kabupaten Sarolangun.

Sementara Bapak Oki salah satu tim dari Deptrans RI mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dephut RI untuk mencari pemecahan persoalan tersebut, langkah awal pihaknya akan melakukan lanjutan survai lapangan yang rencananya akan dilakukan sabtu (10/5), mencari data warga yang berada dikawasan transmigrasi tersebut.

Warga desa, awalnya juga pesimis dengan langkah, langkah yang ditawarkan pemerintah pusat tersebut dengan alasan pihak Pemkab Tebo tidak respon, karena sudah berulang kali disurati dan didatangi tidak ada tanggapan dan solusi kongkrit.

“kami sudah jera dan bosan, pihak Pemkab Tebo dan Dishut tidak pernah ada tanggapan, kami sudah sering mengadu baik secara resmi taua tidak resmi, bahkan kami sampai 3 hari menginap di kantor Dephut meminta kejelasan nasib kami”ujar Darwin Kades Sungai Karang

Namun Kepala Dinas Nakertrans Tebo Taufiq Thaib SE buru-buru membantah, pihak Pemkab sudah melakukan upaya dengan menawarkan HTR kepada warga yang tinggal dilahan konflik, salah satu yang sedang diusahakan pembebasan lahan yakni warga di Desa Lubuk Mandarsah yang konflik dengan PT WKS. Dan mengenai status lahan HTI PT MWW, pihak Pemkab Tebo melalui Dishut sudah berulang kali menyurati Menhut, bahwa PT MWW sudah tidak bekerja lagi dilapangan dan sudah tidak layak lagi dipertahankan.

“jangan pojokkan Pemkab Tebo, kami sudah menurati Menhut berkali-kali mengenai pencabutan izin HTI PT MWW itu, namun tidak ada tanggapan. Kami sudah bentuk tim untuk menyelesaikan persoalan ini, namun HTI itukan kewenangannya ada di Menhut, sekarang jelas semuanya sudah bertemu baik dari Dephut, Deptrans, DPR RI dan DPRD Tebo”tukas Taufiq Thaib kemarin

Thaufiq juga menjelaskan, jika warga hendak mengajukan HTR silahkan dan bisa berhubungan dengan Dishut Tebo, baik perorangan ataupun kelompok. HTR ini baru diberlakukan akhir tahun 2007 lalu.

Sementara Anggota DPR RI Dra Elviana didampingi Wakil Ketua DPRD Tebo Sugianto SE MM bersama anggota Fraksi PDIP menegaskan, warga diharapkan bersabar dan jangan melakukan tindakan anarkis seperti di Lubuk Mandarsyah, semua bisa dicari solusi permasalahannya dan ada tawaran warga bisa mengajukan izin HTR, dan HTR ini maksimal per orang bisa mengajukan 15 Ha, namun semua berdasarkan rekomendasi Bupati dan persetujuan Menhut.

“jangan terlalu banyak, minimal 3 Ha saja per KK sudah bisa dijadikan lahan perkebunan untuk menghidupi keluarganya, yang penting tahan emosi dan jangan berbuat anarkis terhadap PT MWW, Komisi IV bersama Dephut RI dalam waktu dekat akan memanggil pihak PT MWW untuk mempertangungjawabkan perbuatannya, karena bukti dilapangan mereka tidak bekerja”tegas Elviana menandasakan (uka)

Tidak ada komentar: