Selasa, 06 Mei 2008

Kapas Kanopi Dalam Berita

LSM Kapas Kanopi Galakkan Kali Bersih

MUARATEBO - Lembaga Swadaya Masyarakat Kapas Kanopi Kabupaten Tebo cukup prihatin terhadap kondisi beberapa kali atau sungai di Kabupaten Tebo yang sudah tidak bersih lagi. Sebut saja kondisi anak Sungai Batang Tebo kini banyak terdapat sampah dari limbah Pasar Tradisional Muaratebo yang dibuang pedagang yang tak bertanggung jawab. Hal tersebut sudah dikeluhkan warga Desa Bungkal Kelurahan Pasar Tebo Tengah.

"Makanya kita menggalakkan gerakan kali bersih ini. Tentunya bukan hanya kami generasi muda saja yang akan dilibatkan, namun masyarakat sekitar Sungai Bungkal dan pihak pemerintah juga akan kami ajak," ujar Wahyudhi, Direktur NGO Kapas Kanopi yang selama ini eksis bergerak di bidang lingkungan, kemarin.

Dijelaskannya, pihaknya kemarin sudah melakukan survei lokasi, dan memang di lapangan ditemukan adanya penyumbatan arus air menuju Sungai Batangtebo tersebut diakibatkan banyaknya sampah yang menumpuk. Selain itu, juga adanya pembuangan limbah dari pabrik tahu yang diduga mencemari sungai tersebut.

"Soal bahaya atau tidaknya limbah itu, kita belum tahu. Yang jelas kita juga akan mengambil sampel untuk dikirim ke laboratorium. Yang paling penting adalah membersihkan kali secara bersama-sama sehingga ancaman banjir untuk Desa Bungkal yang rawan banjir terhindarkan," tuturnya sembari mengatakan, personil Kapas Kanopi yang akan diterjunkan sekitar 50 orang bersama warga melakukan gerakan kali/sungai bersih yang akan dilaksanakan besok.

Sementara Camat Tebo Tengah Hamdi mengatakan, pihaknya salut dan mendukung kegiatan yang dilakukan NGO Kapas Kanopi tersebut. Kegiatan gerakan kali bersih tersebut termasuk langka dilakukan di Tebo apalagi yang selaku nisiatornya adalah kalangan generasi muda.

"Kita akan kerahkan masyarakat Desa Bungkal khususnya yang tinggal sekitar sungai, untuk menumbuhkan kepedulian dan melakukan gerakan kali bersih bersama-sama. Kapanpun siap, hari ini pun saya siap. Apalagi saat ini hujan masih sering turun dan jika kali/sungai tidak dibersihkan dikhawatirkan akan terjadi banjir di Desa Bungkal," tukas Hamdi ditemui koran ini kemarin. (***)


Sejumlah LSM dan OKP Tolak PP No 2 Tahun2008
MUARATEBO
– Sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) di Kabupaten Tebo memprotes PP No 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan. Protes OKP ini terkait isi PP yang mengizinkan pembukaan hutan untuk pertambangan, pembangunan infrastruktur telekomunikasi, energi, dan jalan tol dengan tarif sewa sangat murah. Alih fungsi hutan produksi dan hutan lindung itu hanya dikenai tarif Rp 1,2 hingga 3 juta per hektare per tahun atau Rp 120 sampai 300 per meter.


“Kebijakan menyewakan hutan begitu murah itu sangat sembrono,” ujar Wahyudhi, Direktur Eksekutif LSM Kapas Kanopi Tebo. Menurut Wahyudhi, PP tersebut cacat hokum, karena aturan ini hanya memuat tentang tarif, bukan izin pembabatan hutan lindung. “Kalau PP ini dipakai untuk membabat hutan, jelas bertentangan dengan aturan di atasnya, yaitu UU No 19 Tahun 2004 tentang Penambangan di Hutan Lindung,” tegasnya. Pada UU No 19 Tahun 2004 disebutkan, hanya 14 perusahaan yang boleh menambang di hutan lindung.

Selain cacat hukum, PP itu tidak komprehensif. Contohnya, PP tidak mengatur subyek pemilik hak atas kayu komersial yang ada di dalam hutan. PP juga tidak mematok tarif alias nonkomersial. “Sifat nonkomersial bukan berarti meniadakan risiko atau dampak negatif terhadap hutan lindung atau produksi. Bukan tidak mungkin kawasan taman nasional di Tebo akan digusur dan dieksplorasi oleh perusahaan penambang jika di dalamnya terdapat kandungan batu bara ataupun barang tambang lainnya,” beber Yudi.

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Komunitas Pelestari Lingkungan (Kopel) juga memprotes PP tersebut. Mereka yakni terdiri dari LSM Kapas Kanopi, KPA Kanopi, PC GP Ansor Tebo, PC PMII, PC HMI, Komunitas Pelestari Alam Sigombak (Kompas), Ikatan Pemuda VII Koto, dan BEM STIT Tebo. “Sangat aneh dan tak masuk akal ketika hutan lindung yang tak ternilai harganya ternyata dihargai lebih murah dari sepotong pisang goreng. Kami prihatin dengan kondisi tersebut yang juga mengancam kelestarian TNBD, TNBT, dan kawasan hutan produksi di Tebo,” ujar Oktaviandi, anggota Kopel. Sementara Ardan dari Kompas menyebutkan, keputusan pemerintah itu sama sekali tidak dapat dipahami (***)

Tidak ada komentar: